Langsung ke konten utama

Technopreneur (Technology Entrepreneur)

Apa itu Technopreneur?

Peradaban di abad ke¬21 ini ditandai oleh perubahan basis ekonomi serta bisnis dimana abad sebelumnya ditandai oleh perekonomian dan serta pebisnis yang berbasiskan penguasaan aset berupa tanah, mesin dan uang. Pada masa ini yang menjadi raja¬raja bisnis dari usaha¬usaha yang berbasiskan sumber daya alam dan aset berwujud (tangible assets). Bisnis¬bisnis yang ada adalah dari penguasaan baja, peralatan industri, batubara dan tranportasi penguasanya antara lain Morgan, Bessemer, Vanderbilt dan Astor. Sedangkan di akhir abad ke¬20 dan awal abad ke¬21 yang menjadi para taipan bisnis adalah pebisnis yang memulai usaha¬usaha yang berbasiskan teknologi tinggi, ilmu serta pengetahuan. Bisnis-bisnis yang diciptakan adalah bisnis berbasis TIK (teknologi informasi dan komunikasi), bioteknologi, industri kreatif, konsultan, desain serta industri¬industri baru lainnya. Raja¬raja bisnis ini antara lain Bill Gates, Steve Jobs, Jeff Bezos. Para entrepreneur inilah yang dikenal dengan nama teknopreneur.
Para teknopreneur mempunyai kesamaan dalam membangun kesuksesan bisnisnya yaitu inovasi teknologi berinteraksi dengan pasar yang sedang tumbuh. Para teknopreneur tersebut mampu mengidentifikasikan kecenderungan masa depan, fokus dan mendefinisikan dengan jelas tahapan perkembangan perusahaan dan tujuan perusahaan, sehingga mereka berhasil membangun tim yang tangguh dan membawa produk mereka ke pasar dengan hasil penjualan yang fantastis (Mintardjo, 2008).


Definisi Technopreneur

Ada berbagai definisi serta penjelasan teknopreneur dari berbagai sumber antara lain: Teknopreneur berasal dari penggabungan kata “teknologi” dan “entrepreneur”. Pengertian teknopreneur (Sambodo, 2004) adalah para pelaku usaha yang mengembangkan bisnisnya dengan mengandalkan kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; bisnis yang dikembangkan oleh teknopreneur dikenal sebagai bisnis teknologi. Bisnis teknologi dikembangkan dengan terjadinya sinergi antara teknopreneur sebagai penggagas bisnis, perguruan tinggi dan lembaga riset sebagai pusat inovasi teknologi baru, dan pemodal ventura yang akan mendanai bisnis tersebut. Berbeda dengan para pebisnis masa lalu yang membangun bisnisnya dengan kekuatan modal, teknopreneur mengembangkan bisnisnya dengan kekuatan inovasi teknologi.
Menurut Shakya (2007), seorang teknopreneur merupakan seorang entrepreneur yang berminat pada teknologi, kreatif, inovatif, dinamis, berani untuk menjadi berbeda serta mengambil jalur yang belum dieksplorasi, dan sangat bergairah dengan pekerjaannya. Mereka mengambil tantangan serta berjuang untuk membawa hidup mereka dengan sukses yang lebih baik. Mereka berani tidak takut untuk gagal. Mereka menggunakan kegagalan sebagai sebuah pengalaman pembelajaran, sebuah stimulator untuk melihat segalanya secara berbeda dan melangkah untuk tantangan selanjutnya. Teknopreneur secara berkelanjutan melangkah pada proses organis dari peningkatan berkelanjutan serta selalu mencoba untuk meredifinisi dinamisasi dari ekonomi digital. Menurut Senator
Nurbahagia (2008) staf pengajar fakultas Teknik Industri dan Pascasarjana ITB, teknopreneur adalah salah satu bentuk usaha dengan karakteristik yang berbeda dengan kewirausahaan biasa. Teknopreneur menggabungkan antara teknologi dan pasar yang akhirnya bermuara pada bisnis. Teknopreneur merupakan orang yang memulai bisnis berbasis pada inovasi teknologi. Teknopreneur, harus memiliki sejumlah sikap pendukung diantaranya memiliki keinginan kuat untuk mengejar prestasi, memiliki kemampuan konseptual, dan kekuatan memecahkan masalah yang tinggi. Selain itu, mereka juga harus memiliki wawasan dan cara pikir yang luas, percaya diri tinggi dan toleran, berani mengambil risiko, realistis, punya kemampuan interpersonal, dan mampu menahan emosi.
Menurut Seah (2007) dalam articlesalley  dikatakan bahwa teknopreneur merupakan entrepreneur jaman baru (new age) yang menciptakan sesuatu menggunakan teknologi menjadi sesuatu yang baru atau membuat beberapa inovasi. Sekali ia berhasil melakukannya, ia (teknopreneur) mengeksplorasi pencapaiannya pada pasar untuk menciptakan uang.
Dari etimologisnya teknopreneur terdiri dari dua kata yakni teknologi dan entrepreneur. Teknologi merupakan cara atau metode untuk mengolah sesuatu agar terjadi efisiensi biaya dan waktu, sehingga dapat menghasilkan output/hasil/produk yang berkualitas tinggi, teknologi juga diartikan sebagai kumpulan pengetahuan ilmiah, mesin, perkakas serta kemampuan organisasi produksi (Judet & Perrin, 1971 dalam Mintardjo, 2003), semua hal yang berkaitan dengan pengetahuan, produk, proses, alat, metode dan system employed yang menyediakan servis layanan yang baik (Khalil, 2000). Sedangkan entrepreneur diartikan diambil dari bahasa Prancis ‘entreprendre’ diartikan sebagai to undertake (menjalankan, melakukan, berusaha), to set about (memulai, menentukan), to begin (memulai, menentukan), to attempt (mencoba, berusaha), (The Concise Oxford French Dictionary, 1980: dalam Riyanti 2003) namun entrepreneur biasa diartikan sebagai orang¬orang yang pandai melihat peluang usaha serta menejemahkannya menjadi usaha nyata yang memiliki nilai tambah (Nasution, et al, 2008).
Disimpulkan bahwa teknopreneur merupakan seorang entrepreneur yang mengembangkan bisnisnya/usahanya berbasis pengetahuan ilmiah, teknologi yang memiliki sifat kreatif, inovatif, berani, dinamis, eksploratif, berwawasan luas, percaya diri serta toleran serta memiliki minat yang tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (bermindset ilmuwan sekaligus bermindset bisnis) (Mintardjo, 2008).


Sejarah Technopreneur

Awalnya perkembangan teknopreneur tidak lepas dari perkembangan bisnis teknologi di Silicon Valley (Lembah Silikon) di California, Amerika Serikat. Keberhasilan daerah ini mengembangkan bisnis teknologi tinggi didukung oleh Stanford University, para teknopreneur dan para pemodal ventura. Berkembangnya Lembah Silikon sebagai pusat teknologi tinggi bukanlah terjadi melalui suatu grand design yang dibuat oleh pemerintah atau dunia bisnis. Tempat ini berkembang karena banyaknya hasil¬hasil riset dari Stanford University, yang ditangkap oleh para teknopreneur dan kemudian dimodali oleh para pemodal malaikat (angel investor).
Hal ini dimulai dari Prof. Fred Terman sebagai Dekan Fakultas Teknik menghadapi persoalan langkanya tenaga kerja untuk jurusan Listrik (elektronik) pada awal 1936. Ia mengarahkan para lulusan untuk memulai usaha sendiri. Perusahaan pertama yang didanainya adalah Hawlett¬Packard (sekarang HP) yang didirikan oleh mahasiswanya. Fred Terman merupakan pemodal malaikat yang menanamkan modalnya sebesar US$500 sebagai modal bibit (seed capital). Bill Hawlett dan Dave Packard kemudian membangun perusahaan yang mengembangkan standar produk yang terbaik, manajemen perusahaan dan kesejahteraan karyawan yang kemudian menjadi acuan bagi perusahaanperusahaan di Silicon Valley dan banyak perusahaan teknologi di seluruh dunia. HP mewakili perusahaan pemula yang dibangun oleh pengajar dan alumni Stanford University dalam bidang peralatan elektronik dan instrumentasi. Sedangkan Sillicon Valey menjadi acuan utama dalam munculnya teknopreneurteknopreneur serta sillicon¬sillicon valley di seluruh dunia, seperti di Cambridge, Inggris; Bio Regio Munich dan Berlin Adlershof di Jeman; Helsinki, Finlandia; Bangalore di India.


Contoh Perusahaan Teknopreneur dan Para Teknopreneur
Kisah Sukses Google

Pencari situs yang terkenal di internet, yaitu Google, didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brian dari sebuah proyek penelitian tingkat doktoral di Universitas Stanford pada pertengahan 90­an. Tahun 1998, Page dan Brian berhasil meyakinkan seorang investor untuk menanamkan modal USD 100 ribu di tengah ketidakpercayaan investor ventura akan prospek internet. Tersedianya modal kepercayaan investor tersebut memungkinkan keduanya untuk mampu menarik modal kawan-­kawan dan
keluarganya hingga meraih modal USD 1 juta. Bermodalkan kepercayaan tersebut, keduanya kemudian mengembangkan Google menjadi mesin pencari yang utama. Gaya manajemennya yang unik, yaitu main-­main, santai tapi serius, mewarnai kantor pusat Googleplex yang didesain meriah, dengan aneka cemilan pada tempat strategis, sarana bilyar atau berenang, hingga beberapa karyawan
yang hilir mudik dengan skateboard. Konsep Page dan Brian adalah karyawan yang ceria dan bahagia. Disamping itu, mereka juga membagikan opsi saham secara royal kepada karyawan sehingga para karyawan seakan­akan bekerja untuk dirinya sendiri. Manajemen gaya dua anak muda
yang suka pesta dan makan enak tersebut ternyata banyak menarik SDM Microsoft. Banyak karyawan Microsoft yang berduyun-­duyun pindah ke Google sehingga seakan-­akan Microsoft
hanyalah menjadi biro tenaga kerja siap pakai untuk disalurkan ke Google. Hingga akhir 2010, lulusan terbaik universitas papan atas di AS mematok Google sebagai pilihan teratas untuk meniti karir.


Progam 1000 Technopreneur Indonesia di Tahun 2020 

Bukan lagi menjadi rahasia yang ditutupi manakala Indonesia memiliki potensi pasar yang besar untuk sektor teknologi. Terutama yang berkaitan dengan ekonomi digital. Sayangnya, potensi itu hanya sekadar potensi yang kurang digarap maksimal oleh negeri sendiri.
Oleh sebab itulah, beberapa pelaku startup mendambakan negeri ini bisa bergerak maju menghasilkan startup yang mumpuni yang lahir dari negeri sendiri. Hal itu diungkapkan oleh Chief Executive, Kibar, Yansen Kamto. Nah, untuk meraih mimpi itu, dia akan membuat program 1.000 startup berkualitas dari Indonesia.
"Targetnya 1.000 startup itu total di tahun 2020. Kita maunya setiap tahun bakalan ada 200 startup berkualitas lewat proses inkubasi dan pendampingan yang tepat supaya bisa berkembang dengan baik," kata dia saat jumpa pers di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo),
Untuk mewujudkan 1000 technopreneur itu, Yansen telah memiliki serangkaian cara dengan dimulai dari ide hingga final. Ide Yansen itu pun diakuinya didukung oleh pemerintah.
"Kita akan tampung 8.000 ide mentah, terus kita akan lakukan workshop supaya idenya terealisasi di hands-on. Abis itu kita akan buatkan hackathon biar mereka membentuk tim dengan hasil produk setengah jadi, lalu pendampingan terus sampai jadi dan siap dilepas ke publik sampai dapat pendanaan dan berkembang," tutur Yansen.
"Kita maunya ada perubahan di industri startup Indonesia. Selama ini kita cuma dianggap pasar saja, padahal kita punya potensi yang lebih besar dari sekedar jadi pasar produk perusahaan global. Sekarang waktunya kita jadi produsen,"


Sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Industri 4.0: Masa Depan Produktivitas dan Pertumbuhan Industri Manufaktur (Artikel Boston Consulting Group, 2015)

Industri 4.0: Masa Depan Produktivitas dan Pertumbuhan Industri Manufaktur

Ketabahan Organisasi (Organizational Grit) (Artikel Harvard Business Review, 2018)

Ketabahan Organisasi ( Organizational Grit )

Strategi Untuk Bisnis Startup (Strategy for Startups )

  Strategi Untuk Bisnis Startup ( Strategy for Startups )